Cerpen Karangan: Absar Adalla
Kategori: Cerpen Islami (Religi), Cerpen Lucu (Humor), Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 12 June 2019
Terdengar suara gesekan sandal, ketika Muras mengadu sandalnya dengan aspal untuk menghentikan laju sepedanya. Dengan sedikit tergesa-gesa, Muras memarkir sepedanya. Dan bergegas memasuki masjid sebelum khotib menaiki mimbar.
Angin semilir memasuki masjid membuat hawa yang menyejukkan. Sehingga, tak sedikit orang yang mengangguk-anggukkan kepala menahan kantuk. Bahkan, ada yang sudah jatuh tertidur dibuai angin dan isi khotbah khotib veteran.
Biasanya Muras malas mendengar khotbah jum’at. Namun, kali ini justru tampak antusias. Ada satu kalimat yang membuatnya memperhatikan. Setiap perbuatan ada balasannya, walaupun hanya sebesar biji sawi. Kalimat itu langsung membuatnya berpikir keras. Sejak kapan sawi memiliki biji? Kalaupun ada, sebesar apa?
Hal itu terus mengusiknya sampai di rumah. Ia masih mempertanyakan eksistensi dari sebuah biji sawi. Khotbah jum’at yang sederhana, telah membuatnya berpikir untuk pertama kali. Sore nanti, ia akan googling tentang kebenaran sebuah biji sawi.
Mata Muras melebar ketika ia tahu, biji sawi itu benar adanya. Terjawab sudah pertanyaan terbesarnya hari ini. Nanti malam, ia bisa tidur dengan tenang. Dua hari yang akan datang ia akan mempublikasikan temuannya. Seseorang harus mengetahuinya. Sepuluh menit-an Muras menggeledah buku telepon. Akhirnya, ditemukanlah seseorang yang ia yakini akan mendengarkannya.
Kliwon sedang tengkurap di pelataran rumahnya. Ketika muras berlari ke arahnya dengan melambaikan lengan hitamnya.
“Won, Won, Won!” merasa terpanggil, kliwon mengangkat wajahnya. Tampak lekuk-lekukan di pipinya bekas tikar. Sekilas, wajahnya tampak seperti peta.
“Won, kau harus mendengar hal ini. Aku telah membongkar sebuah “konspirasi akbar” yang menyangkut masalah antara agama dan petani.”
Mendengar kata “konspirasi”, Kliwon yang semula lesu langsung mendadak segar.
“konspirasi? Cepat ceritakan, cepat!”
“Won, kau harus mendengar hal ini. Aku telah membongkar sebuah “konspirasi akbar” yang menyangkut masalah antara agama dan petani.”
Mendengar kata “konspirasi”, Kliwon yang semula lesu langsung mendadak segar.
“konspirasi? Cepat ceritakan, cepat!”
“begini, kau tahu apa itu sawi kan? Ternyata, walaupun sawi tidak mempunyai buah. Salah satu jenis sayuran hijau tersebut tetap memiliki biji. Sama seperti, duku, kelengkeng, pencit, ciplukan dan lain-lain. Jadi, dalil-dalil yang biasa diutarakan para dai setiap ceramah bukanlah tipu daya seorang oknum untuk mengelabui massa. Semua dalil itu benar adanya. Shohih.”
Muras bersedekap bangga. Mendengar hal itu, ingin rasanya Kliwon menghantam wajah gelap muras. Yang tega membangunkannya dari tidurnya hanya untuk mendengarkan “konspirasi akbar”nya tentang biji sawi. Tapi, melihat wajah muras yang bersemangat, ia menjadi iba. Kali ini, Kliwon memilih menyimpan kembali tinjunya.
Kliwon memasang wajah serius dengan jemari menempel ke dagunya.
“coba kutebak, kau pertama kali mengetahui konspirasi tersebut dari khotbah juma’at dua hari yang lalu. Betul?” Muras mengangguk membenarkan.
“dan aku yakin, khotib mengatakan kalimat ini. Setiap perbuatan ada balasanya, walau itu hanya sebesar biji sawi. Betul?”
Sekali lagi Muras mengangguk sambil tersenyum penuh kemenangan.
“coba kutebak, kau pertama kali mengetahui konspirasi tersebut dari khotbah juma’at dua hari yang lalu. Betul?” Muras mengangguk membenarkan.
“dan aku yakin, khotib mengatakan kalimat ini. Setiap perbuatan ada balasanya, walau itu hanya sebesar biji sawi. Betul?”
Sekali lagi Muras mengangguk sambil tersenyum penuh kemenangan.
“jadi, kenapa kau tidak meresapi arti kalimat tersebut secara keseruluhan? Tidak hanya di bagian biji sawinya saja, tapi juga dibagian setiap perbuatan ada balasannya. Siapa tahu, kau bisa mengetahui sesuatu yang lebih besar”
Kliwon merapikan rambutnya yang acak-acakan “bagaimana?”
Kliwon merapikan rambutnya yang acak-acakan “bagaimana?”
Muras yang sebelumnya bercahaya mulai meredup. Di wajahnya tergambar sebuah tanda tanya besar. S menit kemudian, ia pergi meninggalkan Kliwon yang kembali tengkurap.
Lima langkah dari rumah Kliwon, Muras berhenti. Ia melangkah kembali ke rumah Kliwon.
“Won, sepertinya aku telah mengetahui arti dari kalimat khotbah yang kau tanyakan tersebut.” Kliwon mengangkat wajahnya. Sorot matanya menampilkan ekspresi kesal karena dua kali tidur siangnya terganggu.
“Won, sepertinya aku telah mengetahui arti dari kalimat khotbah yang kau tanyakan tersebut.” Kliwon mengangkat wajahnya. Sorot matanya menampilkan ekspresi kesal karena dua kali tidur siangnya terganggu.
“Setiap perbuatan ada balasanya, walau itu hanya sebesar biji sawi. Menurutku, kalimat tersebut memiliki arti, sekecil apapun perbuatan seorang manusia. Baik itu perbuatan baik seperti membantu ibumu berbelanja di pasar maupun perbuatan buruk seperti tidak membayar hutang. Pasti ada balasannya, baik itu di dunia maupun di akhirat.” Kliwon merinding. Ia tak menyangka, temannya yang ula-ulu itu dapat menjadi sangat bijak dalam hitungan menit.
“jadi?”
“jadi, kapan kau membayar hutangmu? Sudah 5 tahun sejak kau terakhir kali berjanji akan membayarnya. Lagipula, bukankah menangguhkan hutang itu termasuk perbuatan yan tidak baik? Siapa tahu, kau mati terlebih dahulu sebelum hutangmu lunas.” Bulu kuduk Kliwon langsung menari-nari mendengar hal itu. Sementara itu, senyum Muras mengembang penuh kemenangan. Hari ini, ia telah mengerti makna dari kalimat khotbah yang telah mengusik pikirannya. Dan, uang hutang Kliwon yang entah dibayar atau tidak, akan ia gunakan untuk mentraktir Kliwon bakso sebagai ungkapan syukurnya.
“jadi, kapan kau membayar hutangmu? Sudah 5 tahun sejak kau terakhir kali berjanji akan membayarnya. Lagipula, bukankah menangguhkan hutang itu termasuk perbuatan yan tidak baik? Siapa tahu, kau mati terlebih dahulu sebelum hutangmu lunas.” Bulu kuduk Kliwon langsung menari-nari mendengar hal itu. Sementara itu, senyum Muras mengembang penuh kemenangan. Hari ini, ia telah mengerti makna dari kalimat khotbah yang telah mengusik pikirannya. Dan, uang hutang Kliwon yang entah dibayar atau tidak, akan ia gunakan untuk mentraktir Kliwon bakso sebagai ungkapan syukurnya.
Tidak ada komentar:
Write komentar